Diceritakan kembali.... selamat membaca...!
Dahulu kala di suatu tempat di Jepang, hidup seorang pemuda bernama
Yosaku. Kerjanya mengambil kayu bakar di gunung dan menjualnya ke kota.
Uang hasil penjualan dibelikannya makanan. Terus seperti itu setiap
harinya. Hingga pada suatu hari ketika ia berjalan pulang dari kota ia
melihat sesuatu yang menggelepar di atas salju. Setelah di dekatinya
ternyata seekor burung bangau yang terjerat diperangkap sedang
meronta-ronta. Yosaku segera melepaskan perangkat itu. Bangau itu sangat
gembira, ia berputar-putar di atas kepala Yosaku beberapa kali sebelum
terbang ke angkasa. Karena cuaca yang sangat dingin, sesampainya
dirumah, Yosaku segera menyalakan tungku api dan menyiapkan makan malam.
Saat itu terdengar suara ketukan pintu di luar rumah.
Ketika
pintu dibuka, tampak seorang gadis yang cantik sedang berdiri di depan
pintu. Kepalanya dipenuhi dengan salju. "Masuklah, nona pasti
kedinginan, silahkan hangatkan badanmu dekat tungku," ujar Yosaku. "Nona
mau pergi kemana sebenarnya ?", Tanya Yosaku. "Aku bermaksud
mengunjungi temanku, tetapi karena salju turun dengan lebat, aku jadi
tersesat." "Bolehkah aku menginap disini malam ini ?". "Boleh saja Nona,
tapi aku ini orang miskin, tak punya kasur dan makanan." ,kata Yosaku.
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin diperbolehkan menginap". Kemudian gadis
itu merapikan kamarnya dan memasak makanan yang enak.
Ketika
terbangun keesokan harinya, gadis itu sudah menyiapkan nasi. Yosaku
berpikir bahwa gadis itu akan segera pergi, ia merasa kesepian. Salju
masih turun dengan lebatnya. "Tinggallah disini sampai salju reda."
Setelah lima hari berlalu salju mereda. Gadis itu berkata kepada Yosaku,
"Jadikan aku sebagai istrimu, dan biarkan aku tinggal terus di rumah
ini." Yosaku merasa bahagia menerima permintaan itu. "Mulai hari ini
panggillah aku Otsuru", ujar si gadis. Setelah menjadi Istri Yosaku,
Otsuru mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh. Suatu hari,
Otsuru meminta suaminya, Yosaku, membelikannya benang karena ia ingin
menenun.
Otsuru mulai menenun. Ia berpesan kepada suaminya agar
jangan sekali-kali mengintip ke dalam penyekat tempat Otsuru menenun.
Setelah tiga hari berturut-turut menenun tanpa makan dan minum, Otsuru
keluar. Kain tenunannya sudah selesai. "Ini tenunan ayanishiki. Kalau
dibawa ke kota pasti akan terjual dengan harga mahal. Yosaku sangat
senang karena kain tenunannya dibeli orang dengan harga yang cukup
mahal. Sebelum pulang ia membeli bermacam-macam barang untuk dibawa
pulang. "Berkat kamu, aku mendapatkan uang sebanyak ini, terima kasih
istriku. Tetapi sebenarnya para saudagar di kota menginginkan kain
seperti itu lebih banyak lagi. "Baiklah akan aku buatkan", ujar Otsuru.
Kain itu selesai pada hari keempat setelah Otsuru menenun. Tetapi tampak
Otsuru tidak sehat, dan tubuhnya menjadi kurus. Otsuru meminta suaminya
untuk tidak memintanya menenun lagi.
Di kota, Sang Saudagar
minta dibuatkan kain satu lagi untuk Kimono tuan Putri. Jika tidak ada
maka Yosaku akan dipenggal lehernya. Hal itu diceritakan Yosaku pada
istrinya. "Baiklah akan ku buatkan lagi, tetapi hanya satu helai ya",
kata Otsuru.
Karena cemas dengan kondisi istrinya yang makin lemah
dan kurus setiap habis menenun, Yosaku berkeinginan melihat ke dalam
ruangan tenun. Tetapi ia sangat terkejut ketika yang dilihatnya di dalam
ruang menenun, ternyata seekor bangau sedang mencabuti bulunya untuk
ditenun menjadi kain. Sehingga badan bangau itu hampir gundul kehabisan
bulu. Bangau itu akhirnya sadar dirinya sedang diperhatikan oleh Yosaku,
bangau itu pun berubah wujud kembali menjadi Otsuru. "Akhirnya kau
melihatnya juga", ujar Otsuru.
"Sebenarnya aku adalah seekor
bangau yang dahulu pernah Kau tolong", untuk membalas budi aku berubah
wujud menjadi manusia dan melakukan hal ini," ujar Otsuru. "Berarti
sudah saatnya aku berpisah denganmu", lanjut Otsuru. "Maafkan aku, ku
mohon jangan pergi," kata Yosaku. Otsuru akhirnya berubah kembali
menjadi seekor bangau. Kemudian ia segera mengepakkan sayapnya terbang
keluar dari rumah ke angkasa. Tinggallah Yosaku sendiri yang menyesali
perbuatannya.
Penulis pernah menonton film ini di bioskop Raya Tanjungkarang pada tahun 1980, sungguh menyedihkan ceritanya namun asik untuk ditonton...
No comments:
Post a Comment