Diceritakan kembali.... selamat membaca...!
Burung adalah juga makhluk Allah yang paling eksotis, dengan keindahan warna dan bulu-bulunya juga keindahan nyanyian yang disuarakannya. Cerita sepasang anak Burung Beo, diawali dengan ketika bagaimana kami mendapatkannya.
Burung adalah juga makhluk Allah yang paling eksotis, dengan keindahan warna dan bulu-bulunya juga keindahan nyanyian yang disuarakannya. Cerita sepasang anak Burung Beo, diawali dengan ketika bagaimana kami mendapatkannya.
Pada tahun 1968 keluarga kami membuat ladang padi di Hutan Buloh Jawe (Bambu Jawa), suatu kawasan hutan milik keluarga penulia yang terletak di desa Baru Lubai, kecamatan Prabumulih, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan. Hutan yang dijadikan ladang padi oleh orangtua kami tersebut berbatasan dengan kebun karet milik Kakak Hijaz, kebun karet milik Wak Abu Yaman bin Hi. Abdur Rohim bin Kenaraf, Hutan Rimba milik wak Sainubah...
Sarang Burung Beo
Pada tahun 1969 setelah selesai panen padi, buah padi telah habis dituai dengan ani-ani. Kini nampaklah batang-batang padi yang kering berdiri tanpa buah. Orang tua kami, selain menanam padi juga menanam jawawut, anjelai, gandum, dan pohon Karet. Panen padi telah berlalu, kini yang masih ada buah tanaman lainnya. Nun jauh disana ditengah ladang padi, ada sebatang pohon Meranti berdiameter 75 centi meter, telah meranggas tanpa daun sehelai pun. Perhatian kami (penulis dan kakak Iskandar) tertuju pada pohon Meranti ini, dikarenakan hampir tiap hari sepasang burung Beo dewasa hinggap pada lubang pohon Meranti tersebut. Setelah kami amati, ternyata pada ketinggian 4 meter jaraknya dari atas permukaan tanah, pada lubang pohon Meranti itu ada sarang burung Beo. Jika penulis perhatikan induk burung Beo tersebut terbang menuju sangkarnya, membawakan makanan untuk anak-anaknya. Kami berniat hendak memelihara anak burung Beo tersebut.
Ada sebuah sarang burung di atas pohon Meranti. Anak burung beo tinggal di dalam sarang. Ada dua ekor burung beo. Mereka adalah anak beo jantan dan anak beo betina. Anak-anak burung beo menunggu induk beo. Mereka merasa lapar. Anak beo jantan berkata,”Kebile umak kan balek?" maksudnya "Kapan Ibu akan pulang?".
Lima menit kemudian, mereka melihat induk beo. “Umak balek" maksudnya "Mama pulang!” kata anak beo betina. Ibu beo mendarat di atas sarang. Dia membawa dua buah ceri di paruhnya. Dia memberikan satu ceri kepada masing-masing anak beo. “Cerinya sangat enak!” kata anak beo jantan. Anak-anak beo memakan ceri sangat cepat. Anak-anak beo berkata,”Terima kasih Ibu!” Lalu anak beo itu beristirahat.
Ada sebuah sarang burung di atas pohon Meranti. Anak burung beo tinggal di dalam sarang. Ada dua ekor burung beo. Mereka adalah anak beo jantan dan anak beo betina. Anak-anak burung beo menunggu induk beo. Mereka merasa lapar. Anak beo jantan berkata,”Kebile umak kan balek?" maksudnya "Kapan Ibu akan pulang?".
Lima menit kemudian, mereka melihat induk beo. “Umak balek" maksudnya "Mama pulang!” kata anak beo betina. Ibu beo mendarat di atas sarang. Dia membawa dua buah ceri di paruhnya. Dia memberikan satu ceri kepada masing-masing anak beo. “Cerinya sangat enak!” kata anak beo jantan. Anak-anak beo memakan ceri sangat cepat. Anak-anak beo berkata,”Terima kasih Ibu!” Lalu anak beo itu beristirahat.
Anak beo diambil dari sarangnya
Setelah menunggu beberapa minggu pada usia ke 5 minggu, sepasang anak burung Beo diambil dari sarangnya. Kakak Iskandar memanjat pohon Meranti dengan menggunakan tali dari akar yang kokoh. Ibu dan Ayah burung Beo terbang kesana kemari, dengan suara kicau-kicaunya. Mungkin mereka sangat khawatir, akan keselamatan anak-anaknya. Namun niat kami sudat bulat, ingin memelihara anak burung Beo, sehingga kami tidak menghiraukan kicau-kicauan kedua induknya.
Kami sangat gembira ketika melihat pada sarang, terdapat sepasang anak burung Beo yang sudah tumbuh bulu-bulu pada tubuh dan sayap-sayapnya. Kedua anak burung Beo tersebut sangat lucu, ketika membukakan mulutnya meminta makanan dari kami.
Setelah menunggu beberapa minggu pada usia ke 5 minggu, sepasang anak burung Beo diambil dari sarangnya. Kakak Iskandar memanjat pohon Meranti dengan menggunakan tali dari akar yang kokoh. Ibu dan Ayah burung Beo terbang kesana kemari, dengan suara kicau-kicaunya. Mungkin mereka sangat khawatir, akan keselamatan anak-anaknya. Namun niat kami sudat bulat, ingin memelihara anak burung Beo, sehingga kami tidak menghiraukan kicau-kicauan kedua induknya.
Kami sangat gembira ketika melihat pada sarang, terdapat sepasang anak burung Beo yang sudah tumbuh bulu-bulu pada tubuh dan sayap-sayapnya. Kedua anak burung Beo tersebut sangat lucu, ketika membukakan mulutnya meminta makanan dari kami.
Makanan yang kami berikan
Beo termasuk burung yang mudah jinak dan cepat akrab dengan manusia.
Rasa ingin tahunya sangat besar menjadi salah satu sebab mengapa ia
mudah bersahabat dengan manusia, terutama yang memeliharanya. Kami sebenarnya tidak tau apa makanan yang tepat untuk sepasang anak burung Beo kami. Anak burung Beo kami, selalu diberi makanan biji-bijian yaitu buah Salam dan buah Cabai Rawit. Makanan jenis lainnya kami tidak pernah memberikan, dikarenakan pengetahuan kami dalam hal ini sangat terbatas.
Perawatan harian
Kebersihan kandang selalu kami dijaga, agar terbebas dari
cemaran kotorannya sendiri, tungau, kutu, semut, jamur,
bakteri, dan penyakit lainnya. Setiap minggu sepasang anak burung Beo kami mandikan, dijemurkan pada pagi hari.
Diberi makan nasi dicampur garam
Dikarenakan ketidak tauan kami, pada suatu hari sepasang anak burung Beo peliharaan kami diberi makanan nasi dicampur dengan garam. Kami memperkirakan dengan memberi makan nasi dicampur garam ini, maka pertumbuhan semakin besar. Usia burung Beo peliharaan kami telah 24 minggu, suara kicau semakin besar dan semakin jinak.
Namun betapa terkejutnya kami, ketika melihat sepasang anak burung Beo itu kemarin masih segar, masih berkicau merdu, hari ini tubuhnya telah menjadi kaku dikarenakan darahnya telah membeku. Hati kami menjadi pilu, ada rasa sedih, ada rasa bersalah menjadi satu. Hari itu diakhir tahun 1969, didesa tempat kelahiran penulis, sepasang burung Beo telah mati.
Namun betapa terkejutnya kami, ketika melihat sepasang anak burung Beo itu kemarin masih segar, masih berkicau merdu, hari ini tubuhnya telah menjadi kaku dikarenakan darahnya telah membeku. Hati kami menjadi pilu, ada rasa sedih, ada rasa bersalah menjadi satu. Hari itu diakhir tahun 1969, didesa tempat kelahiran penulis, sepasang burung Beo telah mati.
Demikian sepenggal cerita sepasang anak burung Beo milik keluarga penulis.
a
Gambar ini hanya ilustrasi...
Gambar ini hanya ilustrasi...
No comments:
Post a Comment